BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tetanus merupakan penyakit yang sering ditemukan , dimana masih terjadi di masyarakat terutama masyarakat kelas menengah ke bawah. Di RSU Dr. Soetomo sebagian besar pasien tetanus berusia > 3 tahun dan < 1 minggu. Dari seringnya kasus tetanus serta kegawatan yang ditimbulkan, maka sebagai seorang perawat atau bidan dituntut untuk mampu mengenali tanda kegawatan dan mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat.
Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter dan otot-otot rangka. Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4 – 0,5 milimikron. Kuman ini berspora termasuk golongan Gram positif dan hidupnya anaerob. Spora dewasa mempunyai bagian yang ber bentuk bulat yang letaknya di ujung, penabuh genderang (drum stick). Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanospasmin) mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin mi labil pada pemaanasan, pada suhu 650C akan hancur dalam 5 menit. Di samping itu dikenai pula tetanolisin yang bersifat hemolisis, yang perannya kurang berarti dalam proses penyakit.
B. TUJUAN
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penyusunan makalah ini adalah:
1. Mengetahui Pengertian dari Tetanus
2. Mengetahui Etiologi dan patofisiologi dari Tetanus
3. Mengetahui Tanda dan gejala dari Tetanus
4. Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik dan komplikasi pada Tetanus
5. Mengetahui Pencegahan, pengobatan dan penalaksanaan dari Tetanus
6. Mengetahui Askep pada pasien anak dengan Tetanus
BAB II
LANDASAN TEORI
A. DEFINISI
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanisfestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot massater dan otot-otot rangka.
Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena mempengaruhi sistem urat saraf dan otot. Kata tetanus diambil dari bahasa yunani yaitu tetanos dari teinein yang berarti menegang. Penyakit ini adalah penyakit infeksi di mana spasme otot tonik dan hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang dan spasme dan paralisis pernapasan.
B. ETIOLOGI
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4 – 0,5 milimikron yang berspora termasuk golongan gram positif dan hidupnya anaerob. Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanuspasmin) mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin ini labil pada pemanasan, pada suhu 65 0 C akan hancur dalam lima menit. Timbulnya tetanus ini terutama oleh clostiridium tetani yang didukung oleh adanya luka yang dalam dengan perawatan yang salah. Disamping itu dikenal pula tetanolysin yang bersifat hemolisis, yang peranannya kurang berarti dalam proses penyakit.
Faktor presdiposisi :
1. Umur tua atau anak-anak
2. Luka yang dalam dan kotor
3. Belum terimunisasi
C. PATOFISIOLOGI
Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti luka tertusuk paku, pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, luka bakar, luka yang kototr dan pada bayi dapat melalui tali pusat. Organisme multipel membentuk 2 toksin yaitu tetanuspasmin yang merupakan toksin kuat dan atau neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot, dan mempngaruhi sistem saraf pusat. Eksotoksin yang dihasilkan akan mencapai pada sistem saraf pusat dengan melewati akson neuron atau sistem vaskuler.
Kuman ini menjadi terikat pada satu saraf atau jaringan saraf dan tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun toksin yang bebas dalam peredaran darah sangat mudah dinetralkan oleh aritititoksin. Hipotesa cara absorbsi dan bekerjanya toksin adalah pertama toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui aksis silindrik dibawah ke korno anterior susunan saraf pusat. Kedua, toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk ke dalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk ke dalam susunan saraf pusat. Toksin bereaksi pada myoneural junction yang menghasilkan otot-otot menjadi kejang dan mudah sekali terangsang. Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata-rata 10 hari .
Cara kerja toksin
Toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui sumbu limbik masuk ke sirkulasi darah dan masuk ke Susunan Saraf Pusat (SSP). Toksin bersifak antigen , sangat mudah diikat jaringan syaraf dan bila dalam keadaan terikat tidak dapat lagi dinetralkan oleh toksin spesifik. Toksin yang bebas dalam darah sangat mudah dinetrakan oleh antitoksin spesifik.
Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram positif anaerob, Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu setelah inokulasi bentuk spora ke dalam darah tubuh yang mengalami cedera (periode inkubasi). Penyakit ini merupakan 1 dari 4 penyakit penting yang manifestasi klinis utamanya adalah hasil dari pengaruh kekuatan eksotoksin (tetanus, gas ganggren, dipteri, botulisme).
Bakteri Clostridium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia dan hewan peliharaan dan di daerah pertanian. Tempat masuknya kuman penyakit ini bisa berupa luka yang dalam yang berhubungan dengan kerusakan jaringan lokal, tertanamnya benda asing atau sepsis dengan kontaminasi tanah, lecet yang dangkal dan kecil atau luka geser yang terkontaminasi tanah, trauma pada jari tangan atau jari kaki yang berhubungan dengan patah tulang jari dan luka pada pembedahan.
|
|
Tonus otot meningkat Menempel pada Cerebral Mengenai Saraf Simpatis
Gangliosides
Menjadi kaku Kekakuan dan kejang khas -Keringat berlebihan
pada tetanus -Hipertermi
|
-Aritmia
|
|
|
Penurunan O2 di otak Kesadaran menurun
-Ggn. Eliminasi -Ketidakefektifan jalan -PK. Hipoksemia
-Ggn. Nutrisi (kurang dr kebutuhan) jalan nafas -Ggn. Perfusi Jaringan
-Gangguan komunikasi -Ggn. Pertukaran Gas
D. GEJALA KLINIS
1). Masa inkubasi tetanus berkisar antara 2-21 hari
2). Ketegangan otot rahang dan leher (mendadak)
3). Kesukaran membuka mulut (trismus)
4). Kaku kuduk (epistotonus), kaku dinding perut dan tulang belakang
5). Saat kejang tonik tampak risus sardonikus
Timbulnya gejala klinis biasanya mendadak, didahului dengan ketgangan otot terutama pada rahang dan leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus) karena spsme otot massater. Kejang otot ini akan berlanjut ke kuduk (opistotonus) dinding perut dan sepanjang tulang belakang. Bila serangan kejang tonik sedang berlangsung serimng tampak risus sardonukus karena spsme otot muka dengan gambaran alsi tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi. Gambaran umum yang khas pada tetanus adalah berupa badan kaku dengan epistotonus, tungkai dalam ekstrensi lengan kaku dan tangan mengapal biasanya kesadaran tetap baik. Serangan timbul proksimal, dapat dicetus oleh rangsangan suara, cahaya maupun sentuhan, akan tetapi dapat pula timbul spontan. Karena kontraksi otot sangat kuat dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis (pada anak). Kadang dijumpai demam yang ringan dan biasanya pada stadium akhir
Gambaran Umum yang Khas pada Tetanus
a) Badan kaku dengan epistotonus
b) Tungkai dalam ekstensi
c) Lengan kaku dan tangan mengepal
d) Biasanya keasadaran tetap baik
e) Serangan timbul proksimal dan dapat dicetuskan oleh karena :
§ Rangsang suara, rangsang cahaya, rangsang sentuhan, spontan.
§ Karena kontriksi sangat kuat dapat terjadi aspiksia, sianosis, retensi urine, fraktur vertebralis (pada anak-anak), demam ringan dengan stadium akhir. Pada saat kejang suhu dapat naik 2-4 derakat celsius dari normal, diaphoresis, takikardia dan sulit menelan.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang
2. Pemeriksaan darah leukosit 8.000-12.000 m/L, peninggian tekanan otak, deteksi kuman sulit
3. Pemeriksaan ECG dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler.
F. KOMPLIKASI
1) Bronkopneumoni
2). Asfiksia dan sianosis
G. PENGOBATAN DAN PENCEGAHAN
v PENGOBATAN
1. Anti Toksin : ATS 500 U IM dilanjutkan dengan dosis harian 500-1000
2. Anti kejang:Diazepam 0,5-1,0 mg/kg BB/4 jam IM Efek samping stupor,koma
3. Antibiotik : Pemberian penisilin prokain 1,2 juta U/hari
v PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit tetanus meliputi :
1. Anak mendapatkan imunisasi DPT diusia 3-11 Bulan
2. Ibu hamil mendapatkan suntikan TT minimal 2 X
3. Pencegahan terjadinya luka & merawat luka secara adekuat
4. Pemberian anti tetanus serum
Pencegahan penyakit tetanus meliputi :
1. Anak mendapatkan imunisasi DPT diusia 3-11 Bulan
2. Ibu hamil mendapatkan suntikan TT minimal 2 X
3. Pencegahan terjadinya luka & merawat luka secara adekuat
4. Pemberian anti tetanus serum
H. PENATALAKSANAAN
v UMUM
Tetanus merupakan keadaan darurat, sehingga pengobatan dan perawatan harus segera diberikan :
1) Netralisasi toksin dengan injeksi 3000-6000 iu immunoglobulin tetanus disekitar luka 9tidak boleh diberikan IV).
2) Sedativa-terapi relaksan ; Thiopental sodium (Penthotal sodium) 0,4% IV drip; Phenobarbital (luminal) 3-5 mg/kg BB diberikan secara IM, iV atau PO tiap 3-6 jam, paraldehyde 9panal) 0,15 mg/kg BB Per-im tiap 4-6 jam.
3) Agen anti cemas ; Diazepam (valium) 0,2 mg/kg BB IM atau IV tiap 3-4 jam, dosis ditingkatkan dengan beratnya kejang sampai 9,5 mg/kg BB/24 jam untuk dewasa.
4) Beta-adrenergik bolcker; propanolol 9inderal) 0,2 mg aliquots, untuk total dari 2 mg IV untuk dewasa atau 10 mg tiap 8 jam intragastrik, digunakan untuk pengobatan sindroma overaktivitas sempatis jantung.
5) Penanggulangan kejang; isolasi penderita pada tempat yang tenang, kurangi rangsangan yang membuat kejang, kolaborasi pemeberian obat penenang.
6) Pemberian Penisilin G cair 10-20 juta iu (dosis terbagi0 dapat diganti dengan tetraciklin atau klinamisin untuk membunuh klostirida vegetatif.
7) Pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit.
8) Diit tKTP melalui oral/ sounde/parenteral
9) Intermittent positive pressure breathing (IPPB) sesuai dengan kondisi klien.
10) Indwelling cateter untuk mengontrol retensi urine.
11) Terapi fisik untuk mencegah kontraktur dan untuk fasilitas kembali fungsi optot dan ambulasi selama penyembuhan.
v PEMBEDAHAN
1) Problema pernafasan ; Trakeostomi (k/p) dipertahankan beberapa minggu; intubasi trakeostomi atau laringostomi untuk bantuan nafas.
2) Debridemen atau amputasi pada lokasi infeksi yang tidak terdeteksi.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TETANUS
A. PENGKAJIAN
1. Riwayat kehamilan prenatal. Ditanyakan apakah ibu sudah diimunisasi TT.
2. Riwayat natal ditanyakan. Siapa penolong persalinan karena data ini akan membantu membedakan persalinan yang bersih/higienis atau tidak. Alat pemotong tali pusat, tempat persalinan.
3. Riwayat postnatal. Ditanyakan cara perawatan tali pusat, mulai kapan bayi tidak dapat menetek (incubation period). Berapa lama selang waktu antara gejala tidak dapat menetek dengan gejala kejang yang pertama (period of onset).
4. Riwayat imunisasi pada tetanus anak. Ditanyakan apakah sudah pernah imunisasi DPT/DT atau TT dan kapan terakhir
5. Riwayat psiko sosial.
Ø Kebiasaan anak bermain di mana
Ø Hygiene sanitasi
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum klien
2. Tanda-tanda vital
3. Sistem pernafasan
4. Sistem Cardio Vaskuler
5. Sistem Pencernaan
6. Sistem Indra
7. Sistem muskulo skeletal
8. Sistem integument
9. Sistem Endokrin
10. Sistem perkemihan
11. Sistem imun
12. Sistem saraf : Fungsi cerebral, fungsi kranial, fungsi motorik, fungsi sensorik, fungsi cerebelum, refleks, iritasi meningen
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. peningkatan kebutuhan kalori yang tinggi, makan tidak adekuat.
2. Gangguan perfusi jaringan b.d. penurunan sirkulasi (hipoksia berat).
3. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d meningkatnya sekresi atau produksi mukus
4. Defisi volume cairan b.d intake cairan tidak adekuat
5. Resiko injuri b.d aktifitas kejang
6. Resiko kerusakan integritas kulit b.d tetanus lysin , pembatasan aktifitas (immobilisasi)
7. Kurangnya perawatan diri b.d tirah baring dan aktifitas kejang
8. Cemas b.d kemungkinan injuri selama kejang
9. Koping keluarga tidak efektif b.d. kurang pengetahuan keluarga tentang diagnosis/prognosis penyakit anak
10. Gangguan komunikasi verbal b.d. sukar untuk membuka mulut (kekakuan otot-otot masseter)
D. INTERVENSI
1) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. Peningkatan kebutuhan kalori yang tinggi, makan tidak adekuat.
Tujuan : nutrisi dan cairan dapat dipertahankan sesuai dengan berat badan dan pertumbuhan normal.
Kriteria hasil :
§ Tidak terjadi dehidrasi
§ Tidak terjadi penurunan BB
§ Hasil lab. tidak menunjukkan penurunan albumin dan Hb
§ Tidak menunjukkan tanda-tanda malnutrisi
Intervensi :
a) Catat intake dan output secara akurat.
b) Berikan makan minum personde tepat waktu.
c) Berikan perawatan kebersihan mulut.
d) Gunakan aliran oksigen untuk menurunkan distress nafas.
e) Berikan formula yang mengandung kalori tinggi dan protein tinggi dan
sesuaikan dengan kebutuhan.
f) Ajarkan dan awasi penggunaan makanan sehari-hari.
g) Tegakkan diet yang ditentukan dalam bekerja sama dengan ahli gizi.
2) Ketidakefektifan jalan nafas b.d. terkumpulnya liur di dalam rongga mulut (adanya spasme pada otot faring)
Tujuan : kelancaran lalu lintas udara (pernafasan) terpenuhi secara maksimal.
Kriteria hasil :
§ Tidak terjadi aspirasi
§ Bunyi napas terdengar bersih
§ Rongga mulut bebas dari sumbatan
Intervensi :
a) Berikan O2 nebulizer
b) Ajarkan pasien tehnik batuk yang benar.
c) Ajarkan pasien atau orang terdekat untuk mengatur frekuensi batuk
d) Ajarkan pada orang terdekat untuk menjaga kebersihan mulut.
e) Berikan perawatan kebersihan mulut.
f) Lakukan penghisapan bila pasien tidak dapat batuk secara efektif dengan melihat waktu.
3) Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d meningkatnya sekrets atau produksi mukus.
Tujuan : Anak memperlihatkan kepatenan jalan nafas dengan kriteria jalan nafas bersih,tidakadasekresi
Intervensi:
Tujuan : Anak memperlihatkan kepatenan jalan nafas dengan kriteria jalan nafas bersih,tidakadasekresi
Intervensi:
a) Kaji status pernafasan, frekwensi, irama, setiap 2 – 4 jam
b) Lakukan pengisapan lendir dengan hati-hati dan pasti bila ada penumpukan sekret
c) Gunakan sudip lidah saat kejang
d) Miringkan ke samping untuk drainage
e) Observasi oksigen sesuai program
f) Pemberian sedativa Diazepam drip 10 Amp (hari pertama dan setiap hari dikurangi 1 amp)
g) Pertahankan kepatenan jalan nafas dan bersihkan mulut
Rasional :
a) Takipnu, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena adanya sekret
b) Menurunkan resiko aspirasi atau aspeksia dan osbtruksi
c) Menghindari tergigitnya lidah dan memberi sokongan pernafasan jika diperlukan
d) Memudahkan dan meningkatkan aliran sekret dan mencegah lidah jatuh yang menyumbat jalan nafas
e) Memaksimalkan oksigen untuk kebutuhan tubuh dan membantu dalam pencegahan hipoksia
f) Mengurangi rangsangan kejang
g) Memaksimalkan fungsi pernafasan untuk memenuhi kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan pencegahan hipoksia
4) Defisit velume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat
Tujuan : Anak tidak memperlihatkan kekurangan velume cairan yang dengan kriteria: Membran mukosa lembab, Turgor kulit baik
Tujuan : Anak tidak memperlihatkan kekurangan velume cairan yang dengan kriteria: Membran mukosa lembab, Turgor kulit baik
Intervensi :
a) Kaji intake dan out put setiap 24 jam
b) Kaji tanda-tanda dehidrasi, membran mukosa, dan turgor kulit setiap 24 jam
c) Berikan dan pertahankan intake oral dan parenteral sesuai indikasi ( infus 12 tts/m, NGT 40 cc/4 jam) dan disesuaikan dengan perkembangan kondisi pasien
d) Monitor berat jenis urine dan pengeluarannya
e) Pertahankan kepatenan NGT
Rasional :
a) Memberikan informasi tentang status cairan /volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian
b) Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler
c) Mempertahankan kebutuhan cairan tubuh
d) Penurunan keluaran urine pekat dan peningkatan berat jenis urine diduga dehidrasi/ peningkatan kebutuhan cairan
e) Mempertahankan intake nutrisi untuk kebutuhan tubuh
5) Resiko injuri b.d aktifitas kejang
Tujuan : Cedera tidak terjadi
Kriteria :
§ Klien tidak ada cedera
§ Tidur dengan tempat tidur yang terpasang pengaman
Intervensi:
a) Identifikasi dan hindari faktor pencetus
b) Tempatkan pasien pada tempat tidur pada pasien yang memakai pengaman
c) Sediakan disamping tempat tidur tongue spatel
d) Lindungi pasien pada saat kejang
e) Catat penyebab mulai terjadinya kejang
Rasional:
a) Menghindari kemungkinan terjadinya cedera akibat dari stimulus kejang
b) Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang
c) Antisipasi dini pertolongan kejang akan mengurangi resiko yang dapat memperberat kondisi klien
d) Mencegah terjadinya benturan/trauma yang memungkinkan terjadinya cedera fisik
e) Pendokumentasian yang akurat, memudah-kan pengontrolan dan identifikasi kejang
6) Resiko kerusakan integritas kulit b.d tetanus lysin , pembatasan aktifitas (immobilisasi)
Tujuan : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
Kriteria : Tidak ada kemerahan , lesi dan edema
Intervensi :
a) Observai adanya kemerahan pada kulit
b) Rubah posisi secara teratur
c) Anjurkan kepada orang tua pasien untuk memakaikan katun yang longgar
d) Pantau masukan cairan, hidrasi kulit dan membran mukosa
e) Pertahankan hygiene kulit dengan mengeringkan dan melakukan masagge dengan lotion
Rasional :
a) Kemerahan menandakan adanya area sirkulasi yang buruk dan kerusakan yang dapat menimbulkan dikubitus
b) Mengurangi stres pada titik tekanan sehingga meningkatkan aliran darah ke jaringan yang mempercepat proses kesembuhan
c) Mencegah iritasi kulti secara langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit
d) Mendeteksi adanya dehidrasi/overhidrasi yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan
e) Mempertahankan kebersihan karena kulit yang kering dapat menjadi barier infeksi dan masagge dapat meningkatkan sirkulasi kulit
7) Kurangnya perawatan diri b.d tirah baring dan aktifitas kejang
Tujuan : Kebutuhan aktifitas sehari-hari/perawatan diri terpenuhi,
Tujuan : Kebutuhan aktifitas sehari-hari/perawatan diri terpenuhi,
Kriteria : Tempat tidur bersih,Tubuh anak bersih,Tidak ada iritasi pada kulit, BAB/BAK dapat dibantu
Intervensi :
a) Pemenuhan kebutuhan aktifitas sehari-hari
b) Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan aktifitas , BAB/BAK, membersihkan tempat tidur dan kebersihan diri
c) Berikan makanan perparenteral
d) Libatkan orang tua dalam perawatan pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Rasional :
a) Kebutuhan sehari-hari terpenuhi secara adekuat dapat membantu proses kesembuhan
b) Memenuhi kebutuhan nutrisi klien
c) Orang tua mandiri dalam merawat anak di rumah sakit
8) Cemas b.d kemungkinan injuri selama kejang
Tujuan : Orang tua menunjukan rasa cemas berkurang dan dapat mengekspresikan perasaan tentang kondisi anak yang dialami,
kriteria : Orang tua klien tidak cemas dan gelisah.
Intervensi :
a) Jelaskan tentang aktifitas kejang yang terjadi pada anak
b) Ajarkan orang tua untuk mengekspresikan perasaannya tentang kondisi anaknya
c) Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan
d) Gunakan komunikasi dan sentuhan terapetik
Rasional :
a) Pengetahuan tentang aktifitas kejang yang memadai dapat mengurangi kecemasan
b) Ekspresi/ eksploitasi perasaan orang tua secara verbal dapat membantu mengetahui tingkat kecemasan
c) Pengetahuan tentang prosedur tindakan akan membantu menurunkan / menghilangkan kecemasan
d) Memberikan ketenangan dan memenuhi rasa kenyamanan bagi keluarg
DAFTAR PUSTAKA
Rosa M ,sacharian. 1993. Prinsip keperawatan pendiarik. Edisi 2. Jakarta : EKG
Nelson. 2001. Ilmu kesehatan anak bagian 1. Jakarta: EKG
Carpenoto, Lynda juall.2000. buku saku diagnosis keperawatan. Edisi 8.jakarta: EKG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar